Mendekati akhir tahun 2008 kemarin, ada seorang klien meminta saya untuk men”desain”kan rumahnya. Mendesain dalam artikel kali ini dalam arti merenovasi total rumah yang sudah ada sekarang. Klien saya tersebut adalah seorang kontraktor bangunan, lagi-lagi spesialisasi di beton pre-cast. Ketika meng’iya’kan tawarannya, saya terasa santai saja, hal tersebut dikarenakan beberapa hal seperti : klien tersebut tidak terburu-buru merenovasi rumahnya dan tidak perlu gambar kerja serta struktur rumah barunya, cukup gambar denah dan image 3D aja. Setelah lama berlalu ternyata ribet juga, permasalahan yang utama adalah lokasi rumah yang akan direnovasi. Berlokasi di Pandeglang, Banten, dan saya hanya diberi satu kertas berisi ukuran-ukuran site yang akan dibangun tanpa ada denah rumah yang lama. Kata klien, abaikan saja denah lama, tetapi saya tetap merasa kesulitan tanpa tahu eksisting lokasinya, apa-apa yang bisa dimanfaatkan disana, keadaan sekitar, bahkan garis sempadan dan koefisien dasar bangunan-pun saya belum tahu. Karena waktu itu saya masih bekerja di Tanjungpinang dan klien tersebut juga masih ada pekerjaan rusunawa di Batam, maka survey lokasi ditangguhkan sampai ada waktu lebih lanjut.
Waktu berlalu sangat cepat ketika pada awal tahun 2009 saya mengajukan pre-desain pertama berdasar “selembar” ukuran yang klien saya beri. Lewat email desain tersebut saya kirim, besoknya tenyata ada tanggapan tentang kekurangcocokan klien terhadap desain yang saya ajukan, bukan “kurang” sih, tetapi “tidak” cocok, dari segi desain, peruangan, ukuran bangunan, dan peruntukan zoning kegiatan, tidak bisa diterapkan di lokasi. Berikut image pre-desain yang saya buat:
Setelah mendapat penjelasan tentang kekurangan-kekurangannya, saya mengusulkan untuk melakukan survey ke lokasi sambil proses perencanaan tetap berlangsung. Karena kesibukannya keluar pulau jawa, klien saya tersebut belum sempat untuk menemani dalam mensurvei rumah, alhasil proses perancangan masih berlangsung sampai sekarang. Saya ingin menginformasikan bahwa data-data eksisting lokasi site sangatlah penting dan dominan dalam perancangan; “sense” lokasi, iklim, keadaan alam, topografi, dan faktor-faktor yang berpengaruh (baik fisik maupun non fisik) sangat menentukan keberhasilan dalam proses menuju desain akhir. Hal penting lainnya adalah konsultasi yang teratur dan kontinyu antara arsitek dan klien/owner. Untuk propose desain berikutnya harap dengan sabar ditunggu pada posting berikutnya.
Pada awal bulan juli tahun 2008 kemarin, saat saya “iseng” browsing di internet kantor di Tanjungpinang, saya mendapati informasi tentang lomba “Desain Gapura Batas Kota Pekalongan”. Tanpa pikir panjang dan mungkin karena saya liat lomba tersebut di “kota Pekalongan”, saya langsung mengunduh info tersebut secara lengkap dan meng-sms panitia untuk konfirmasi pendaftaran. Sekali lagi, saya berfikiran untuk kembali mengasah kemampuan dalam mendesain, dan tentunya juga ikut membangun kota Pekalongan – kota tempat saya dibesarkan (sungguh pemikiran yang sangat mulia “waktu itu”). Hahahaa...
Ada syarat khusus yang diminta panitia ,yaitu harus dimasukkannya unsur batik Pekalongan dalam desain dan melibatkan masyarakat dalam pembuatannya. Waktu demi waktu berlalu, deadline lomba pun sudah di depan mata, belum sempat juga saya memulai mengerjakan lomba gapura tersebut. Akhirnya, sekali lagi, dan entah kenapa selalu seperti itu, H-4 batas waktu kumpul saya mulai memikirkan konsep idenya. Mungkin kapan-kapan saya harus belajar tentang manajemen waktu, dan saya harus mulai dari diri saya sendiri. Singkat kata, saya mulai proses mendesain, saya analisa lokasi (tentunya lewat googleearth), saya tentukan konsep utamanya, lalu saya aplikasikan konsep tersebut ke dalam desain. Konsep utama yang saya tonjolkan adalah adanya unsur landmark, lokalitas, dan unsur lansekap yang menjadi dasar perancangan.
Bangunan gerbang masuk kota, menurut saya harus monumental, disamping sebagai pertanda dari kejauhan, juga memberikan kesan batas kota yang valid. Unsur lokalitas terwujud dalam tiga sub-unsur yang saya masukkan, yaitu ornamen batik sebagai ciri khas yang melekat pada kota Pekalongan, atap gapura (joglo) yang merupakan ciri arsitektur tradisional khas jawa tengah, serta unsur islami yang terdapat pada bentuk pintu trotoar gapura. Perlu diingat slogan Pekalongan disamping “Pekalongan kota Batik”, kabupaten Pekalongan berslogan “Pekalongan Kota Santri”. Adanya sculpture dengan bentuk replika canting memperkuat unsur “batik” nya. Sculpture tersebut juga berfungsi sebagai struktur penyangga “V” dan saluran utilitas air.
Pada unsur lansekap, vegetasi menuju dan setelah gerbang terkonsep dari vegetasi rimbun dan pendek ke vegetasi yang jangkung untuk memberikan efek visual secara psikis. Unsur air dalam kolam di antara dua tiang gerbang juga memberikan suasana sejuk dan juga penyaring udara. Median jalan dan atap gapura juga ditanami rumput gajah mini sebagai bagian dari konsekuensi terhadap global warming. Pada dua tiang gerbang juga terdapat simbol identitas Pemkot Pekalongan dan Peta wisata Kota Pekalongan sebagai wujud promosi Kota dan Pariwisata Pekalongan. Motif batik jlamprang, pengantin, dan truntum yang diukir di gapura merupakan sebuah karya artwork yang dikerjakan para pembatik lokal untuk melengkapi desain dan unsur pelengkap dalam gapura kota Pekalongan. Walaupun desain saya tidak lolos dalam seleksi 10 besar (kemungkinan besar saya terlambat dalam pengiriman: tanjungpinang à jawa = suwe ora jamu), tetapi saya urutkan desain tersebut dalam karya besar saya. Seperti kata Achmad Noerzaman-Presdir Arkonin, walaupun “belum” menang, kita harus tetap PD untuk mempresentasikan karya-karya kita. Hikhikhikhik... Wassalam.
Minggu kemarin, ketika saya lembur mengerjakan beberapa interior apartment, dan saya mencari-cari referensi file semasa kuliah, secara tidak sengaja saya menemukan CD berisi tugas kelompok “desain produk” waktu kuliah dulu. CD jadul tersebut ternyata menyimpan dengan baik satu pelajaran tentang awal mula saya mengenal lebih detail tentang furniture. Judul tugasnya adalah “FURNITURE PINTAR PADA BACHELOR APARTMENT” yang dikerjakan secara berkelompok pada tahun 2005. Satu kelompok tersebut beranggotakan Eguh Murthi Pramono, Joko Haryanto, Agus Triwahyono, Anwarudin Abdul Majid, dan saya sendiri. Ternyata butuh waktu sekitar empat tahun bagi saya untuk dapat mengerti tentang detail furniture seperti saat sekarang.
Apartemen berasal dari Bahasa Inggris “apartment” yang berarti rangkaian kamar-kamar yang berhubungan; Apartment, is a structure containing three or more dweeling units. The apartment, is form of communal living, is a outgrouth of the need to house more people on limited ground area ( Grower. THE AMERICAN PEOPLE ENCYCLOPEDIA. Gradier Incorporated. New York. 1962 ). Apartemen adalah suatu strukturbentuk bangunan yang terdiri dari bangunan bertumpuk-tumpuk atau beberapa inti tempat tinggal. Rumah tinggal apartemen adalah suatu bentuk tempat tinggal bersama yang cocok untuk keperluan tempat tinggal bagi banyak orang pada suatu daerah yang terbatas tanahnya.
Bachelor berasal dari Bahasa Inggris yang berarti lajang, bujangan, orang yang belum menikah.
Bachelor apartement dapat diartikan tempat tinggal yang berada pada bangunan bertingkat berupa rangkaian kamar-kamar yang berhubungan (terdiri atas ruang duduk, ruang tidur, kamar mandi, dapur dll), yang dihuni atau digunakan oleh seorang lajang.
Alternatifmemfungsikan sebuah perabot atau furniture dalam apartemen untuk mewadahi beberapa aktivitas bagi para eksekutif muda menjadi satu, dirasa tepat untuk menghindari perabot yang penuh pada ruang atau tidak dilakukannya sebuah aktivitas dalam apartemen karena terbatasnya ruang untuk menyimpan perabot. Furniture yang demikian akan lebih fungsional, praktis, fleksibel dan efisien, dan bisa disebutfurniture pintar. Furniture pintar dapat mengelompokkan beberapa kegiatan. Sebuah ruang dapat menjadi ruang semi private ketika furniture pintar digunakan sebagai meja makan atau ruang itu dapat menjadi ruang private ketika furniture itu digunakan untuk meja kerja. Jadi akan ada beberapa aktivitas yang berbeda sifat terakomodasi dalam sebuah satu furniture. Berikut adalah beberapa contoh furniture pintar yang kami desain waktu itu:
Sebuah furniture pintar pada sebuah bachelor apartement akan memenuhi tuntutan fungsional, fleksibel, praktis dan efisien serta modern sesuai gaya hidup pemakai. Tuntutan-tuntutan di atas terselesaikan dengan sebuah solusi yang menghasilkan langgam modern minimalis. Saat ini, ketika saya mendesain sebuah interior apartment, konsep modern minimalis masih menjadi pilihan utama dalam apartment. Furniture yang simple dan fungsional juga mendominasi “isi” apartemen untuk memberikan kesan yang lapang pada ruangannya. Pengguna apartemen kebanyakan lebih memilih kenyamanan yang fungsional dalam memilih furnitur daripada furnitur yang banyak detail dan corak ornamennya.
Hari minggu kemarin, tanggal 12 Juli 2009, hari terakhir event terbesar dalam rangka Ulang Tahun Kota Jakarta ke-482, Jakarta Fair Kemayoran atau yang biasa disebut dengan Pekan Raya Jakarta. Entah kenapa namanya pekan raya, padahal acara tersebut diadakan sebulan penuh dari tanggal 11 Juni – 12 Juli 2009. Terlepas dari soal nama, tempat saya bekerja sekarang juga ikut berpartisipasi dalam event tersebut. Selama sebulan, stock furniture yang perusahaan saya buat dipamerkan dan dijajakan kepada para pengunjung. Produk yang saya jual meliputi bed set, kitchen set, wardrobe, rak buku, sofa-sofa, kursi kantor, dining set, rak sepatu, jam antik, dan tidak ketinggalan produk andalan kita “waterfall”. Saya sendiri ditugaskan sebagai “penjaga stand” oleh atasan saya. Menjaga, menerangkan produk, merayu customers agar membeli produk dari perusahaan saya. Otomatis saya juga disebut sebagai sales atau marketing atau perayu!!!.
Sayang sekali pengetahuan marketing saya sangat minim, kemampuan merayu saya juga O besar, jadi sales juga belum pernah ada pengalaman. Benar benar harus belajar lagi dari awal, sebuah pelajaran baru lagi buat saya. Bukannya saya gak mau bercerita apa yang terjadi selama pameran tersebut, tapi disini saya ingin melanjutkan pembelajaran saya menjadi sales; menjual produk!!! Hahahaha.
Seperti yang saya sebutkan di atas tentang produk yang saya jual. Berikut foto-fotonya :
Produk yang dipamerkan memang kelihatan agak kusam karena hanya dijadikan sample saja. Target sebenarnya adalah pengolahan interior beserta isinya, sehingga custom furniture adalah salah satu produk yang dipasarkan. Perhatian terhadap kualitas bahan luar maupun dalam serta service yang “sangat” memuaskan menjadi dasar dalam pelayanan terhadap konsumen. Kayu lapis (multipleks) menjadi dominan dalam pembuatan furniturenya, walaupun ada beberapa yang terbuat dari kayu solid (ex: dining set dari kayu jati). Finishing luar seperti duco, veneer lapis melamic, pelapis sejenis HPL ataupun cat motif yang rapi dan halus juga menjadi kriteria dalam bersaing di pasaran ditambah harga jual yang juga tidak kalah bersaing. Memang untuk bersaing harga dengan furniture berbahan MDF akan sangat susah, tapi komitmen dalam menjaga kualitas desain dan hasil akhir menjadikan nilai plus tersendiri dalam melayani konsumen. Anda tertarik?? Silahkan hubungi saya di ahadesign@ymail.com.
Untuk mengetahui informasi tentang Pekan Raya Jakarta – Jakarta Fair Kemayoran 2009 silahkan klik www.jakartafair.biz/. Terimakasih.
Ketika saya bekerja sebagai arsitek “pemula” di sebuah konsultan struktur di tanjungpinang, ada beberapa kompetisi arsitektur yang saya ikuti. Tujuan saya berpartisipasi dalam ajang kompetisi arsitektur “waktu itu” adalah karena penatnya pikiran dalam bekerja dan adanya keinginan untuk menyegarkan pikiran kembali dengan karya arsitektur. Pekerjaan konstruksi seperti jembatan, jalan, gedung, dermaga beserta isi-isinya (tulangan dsb) berlompatan kesana kemari dalam otak saya yang sebelumnya juga sudah penuh dengan teori-teori dari bangku perkuliahan. Salah satu kompetisi tersebut adalah Indocement Architectural Artwork Competition yang disponsori oleh semen tiga roda dan mewajibkan para pesertanya menggunakan semen merk tersebut untuk bahan utamanya. Tentunya teman-teman juga tahu lebih detail tentang kompetisi tersebut.
Seperti posting saya sebelumnya, walaupun deadline kompetisi mempunyai waktu yang relatif panjang, saya baru mengerjakannya seminggu sebelum batas waktu terakhir kumpul, sungguh kurang profesional. Saya sempat-sempatkan sedikit waktu luang setiap hari untuk mengejar waktu tersebut. Capek memang, kebetulan waktu itu deadline pekerjaan kantor juga menumpuk, alhasil secara bergantian saya mengerjakan kompetisi dan pekerjaan kantor. Proses yang seperti itu, secara tidak langsung ternyata mempengaruhi proses saya dalam mendesain kompetisi artwork yang pada saat itu saya ada pekerjaan shipyard di bagian bawah pulau bintan. Pekerjaan ini diproses menggunakan beton precast sehingga di lapangan kita hanya menyatukan seperti puzzle yang direkatkan (grouting) dengan cairan sikamen.
Akhirnya, mulailah saya menggali ide, dan diantara ratusan ide itu saya ambil satu ide. Gazebow!!. Yap, saya akan membuat gazebow multifungsi yang proses pekerjaanya tidak sulit, cepat, fungsional, dan tidak meninggalkan sampah konstruksi pada saat pengerjaannya. Muncullah nama Multibow (multifunction gazebow) yang seluruh pengerjaannya menggunakan sistem precast. Saya mengambil contoh lokasi di Tepi laut, Tanjungpinang (tempat saya waktu itu bekerja) dan di Pantai Slamaran, Pekalongan (tempat tinggal saya ).
Setelah saya menganalisa site berdasar teori-teori yang saya dapat, saya mulai membuat sketsa tentang proses pembuatan Multibow. Proses desain tersebut berawal dari konsep arsitektur sampai pada perakitan (assembling) pada rencana site.
Walaupun dalam kompetisi ini saya hanya mendapatkan “dua buah mug cantik” dan “majalah tigaroda”, tetapi pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan lebih besar daripada nominal hadiah yang ditawarkan dalam kompetisi tersebut. Saya juga secara terkonsep dan sistematis menerapkan unsur green dan tropical arsitektur dalam desain disamping juga menerapkan pengetahuan precast concrete yang baru saya tahu detailnya saat itu. Sungguh pembelajaran yang sangat besar bagi saya.
Para pengembang di negeri tercinta ini tidak perlu mengepigon Makao, atau Hongkong, atau Jepang, atau Amerika Serikat. Hal penting yang harus dilakukan ialah pengusaha properti berusaha mengetengahkan gagasan-gagasan orisinal untuk merebut hati pembeli. Gagasan-gagasan tersebut bisa lahir dari para “pemain yang berpengalaman”, dan yang beritikad baik menghasilkan karya besar.
Beberapa pemain properti mungkin lupa bahwa dengan berkarya dan bekerja tuntas, akan lahir karya yang membuat publik dunia tercengang. Ketercengangan itu pada gilirannya akan membuat reputasi mereka melambung, produknya laris manis di pasar, dan dunia bisnis menyambutnya dengan tangan terbuka.
-dikutip dari kolom kiat bisnis oleh Abun Sanda, Kompas 30 Juni 2009-
Dua alinea paragraf di atas sempat membuat saya merenung sejenak, yang kemudian dari “renungan sejenak” itu terangkum bertahun-tahun ke masa lalu sampai saat saya menulis sekarang ini. Sejenak yang menggambarkan peristiwa yang merujuk keadaan saya seperti saat sekarang ini, belajar memahari apa itu “desain interior”, setelah melewati waktu-waktu di pulau-pulau seberang yang berbatasan dengan negeri tetangga untuk belajar sedikit mengenai struktur dan pre cast.
Para “pemain yang berpengalaman” pada paragraf pertama saya anggap sebagai arsitek. Dalam kolom di kompas tersebut diterangkan bahwa Tom Wright dari Inggris (salah seorang arsitek terbaik dunia) menunjukkan bagaimana menggambar gedung opera Sydney yang merebut kekaguman dunia, dan gambar selesai dalam waktu enam setengah detik, dan dahsyatnya gambar itu amat indah. Tom juga menunjukkan bagaimana menggambar karya besarnya, Burj Al Arab di Dubai dalam goresan tangan yang tidak lebih dari 10 detik. Goresan dengan rentang waktu yang sama ia hasilkan ketika menggambar Regatta di Pantai Jakarta. Tom berkata bahwa arsitek perlu lebih rileks dalam menghasilkan karya besar dan karya besar itu tidak pernah lahir dari pikiran rumit. Ia lahir dari goresan tangan dan pikiran yang rileks.
Kata-kata itulah yang membuat saya menerawang jauh ke masa lalu dimana beberapa karya saya –yang menurut saya adalah karya besar saya- terwujud melalui goresan tangan dan pikiran yang tertekan, stress, frustasi, dan bisa dipastikan tingkat ke-rileks-an nya berkisar antara 0 sampai 1,76 %. Siapa yang menekan dan membuat saya stress??? Jawabannya adalah waktu. Ya..waktu yang semakin sempit yang diberikan oleh dosen/klien/owner memapah “deadline” sedikit demi sedikit menuju ke hadapan saya. Ketika si “deadline” waktu tersebut tiba-tiba sudah ada di depan mata, tiba-tiba, dengan terpaksa, dan anehnya waktu yang dibutuhkan juga sesingkat sketsa Tom Wright, saya terbayangkan beratus-ratus ide tentang konsep desain yang akan saya buat. Yang selama ini saya cari-cari dan berpikir keras untuk menemukannya.
Tidak jauh berbeda memang waktu yang dibutuhkan untuk membuat karya-karya itu, tapi dasar atau dukungan yang mendorong untuk melahirkan karya tersebut ternyata berbanding terbalik. Tom Wright dengan rileks dan saya dengan stress yang amat sangat. Teringat lagi waktu masa-masa kuliah dulu berbagai tugas baik perancangan arsitektur ataupun tugas-tugas yang lain juga terwujud dalam waktu yang sangat singkat. Kadang tugas dengan deadline waktu sampai enam bulan, saya kerjakan hanya dalam satu hari. Satu hari itu tenyata juga hari terakhir dalam rentan waktu deadline tersebut. Dipikir-pikir ternyata luar biasa juga, walaupun banyak kesalahan disana-sini, revisi dimana-mana, amburadul pokoknya. Tapi intinya “ide desain” yang lahir tersebut tertangkap dalam waktu yang relatif singkat.
Teringat beberapa waktu yang lalu ketika saya mengikuti penataran strata IV dan VI IAI Banten, Mr. Syarief R. S. SIA, associate director DP Architect Singapore, menjelaskan bahwa karya-karya arsitek bangsa ini tidak kalah dengan karya arsitek dari luar negeri ini. Bahkan jika disejajarkan, “beberapa” karya arsitek indonesia lebih unggul daripada negeri-negeri seberang. Kita sebenarnya mampu, kita punya potensi, tinggal bagaimana kita menggalinya, mengambilnya, dan menunjukkan potensi kita ke ajang pergulatan arsitektur.
Di lain waktu penataran, Achmad Noerzaman, Presiden Direktur PT. Arkonin juga menegaskan bahwa saya, kita, para arsitek anak bangsa harus lebih percaya diri, harus selalu meningkatkan diri, selalu belajar untuk menjadi yang terbaik. Butuh proses yang panjang memang untuk sampai ke dalam tahap tersebut, tapi pastinya, dan saya percaya kalau saat tersebut tiba kepuasan hati dan pikiran menjadikan perjuangan kita selama proses itu akan benar-benar terbayarkan. Adi Moersid, IAI, owner&principal architect PT Atelier 6, menambahkan bahwa kita sebagai arsitek harus selalu berpikir, proses mendesain tidak terbatas dari waktu jam 8 pagi sampai jam 5 sore, tetapi berlanjut terus menerus secara kontinyu untuk menghasilkan sebuah karya yang “paling” sempurna. Saya sendiri menambahkan jangan lupakan keluarga dan orang–orang terdekat ketika kita sedang dalam proses tersebut.
Saat Adi Moersid, yang juga Ketua Dewan Kehormatan Nasional IAI, memberikan pelajaran kepada saya dan teman-teman mengenai penyelesaian studi kasus tentang kode etik & tata laku profesi arsitek, saya jadi jauh lebih mengerti tentang jati diri seorang arsitek. Baru kulit luarnya memang saya memahami apa itu arsitek dan karya arsitektur, tapi permulaan itu adalah “start” awal saya untuk memulai proses pembelajaran yang panjang itu. Akhir kalimat, kita sebagai arsitek indonesia, teruslah berkarya!!!, belajar!!!, dan tetap percaya diri!!!.