Pada awal bulan juli tahun 2008 kemarin, saat saya “iseng” browsing di internet kantor di Tanjungpinang, saya mendapati informasi tentang lomba “Desain Gapura Batas Kota Pekalongan”. Tanpa pikir panjang dan mungkin karena saya liat lomba tersebut di “kota Pekalongan”, saya langsung mengunduh info tersebut secara lengkap dan meng-sms panitia untuk konfirmasi pendaftaran. Sekali lagi, saya berfikiran untuk kembali mengasah kemampuan dalam mendesain, dan tentunya juga ikut membangun kota Pekalongan – kota tempat saya dibesarkan (sungguh pemikiran yang sangat mulia “waktu itu”). Hahahaa...
Ada syarat khusus yang diminta panitia ,yaitu harus dimasukkannya unsur batik Pekalongan dalam desain dan melibatkan masyarakat dalam pembuatannya. Waktu demi waktu berlalu, deadline lomba pun sudah di depan mata, belum sempat juga saya memulai mengerjakan lomba gapura tersebut. Akhirnya, sekali lagi, dan entah kenapa selalu seperti itu, H-4 batas waktu kumpul saya mulai memikirkan konsep idenya. Mungkin kapan-kapan saya harus belajar tentang manajemen waktu, dan saya harus mulai dari diri saya sendiri. Singkat kata, saya mulai proses mendesain, saya analisa lokasi (tentunya lewat googleearth), saya tentukan konsep utamanya, lalu saya aplikasikan konsep tersebut ke dalam desain. Konsep utama yang saya tonjolkan adalah adanya unsur landmark, lokalitas, dan unsur lansekap yang menjadi dasar perancangan.

Bangunan gerbang masuk kota, menurut saya harus monumental, disamping sebagai pertanda dari kejauhan, juga memberikan kesan batas kota yang valid. Unsur lokalitas terwujud dalam tiga sub-unsur yang saya masukkan, yaitu ornamen batik sebagai ciri khas yang melekat pada kota Pekalongan, atap gapura (joglo) yang merupakan ciri arsitektur tradisional khas jawa tengah, serta unsur islami yang terdapat pada bentuk pintu trotoar gapura. Perlu diingat slogan Pekalongan disamping “Pekalongan kota Batik”, kabupaten Pekalongan berslogan “Pekalongan Kota Santri”. Adanya sculpture dengan bentuk replika canting memperkuat unsur “batik” nya. Sculpture tersebut juga berfungsi sebagai struktur penyangga “V” dan saluran utilitas air.



Pada unsur lansekap, vegetasi menuju dan setelah gerbang terkonsep dari vegetasi rimbun dan pendek ke vegetasi yang jangkung untuk memberikan efek visual secara psikis. Unsur air dalam kolam di antara dua tiang gerbang juga memberikan suasana sejuk dan juga penyaring udara. Median jalan dan atap gapura juga ditanami rumput gajah mini sebagai bagian dari konsekuensi terhadap global warming. Pada dua tiang gerbang juga terdapat simbol identitas Pemkot Pekalongan dan Peta wisata Kota Pekalongan sebagai wujud promosi Kota dan Pariwisata Pekalongan. Motif batik jlamprang, pengantin, dan truntum yang diukir di gapura merupakan sebuah karya artwork yang dikerjakan para pembatik lokal untuk melengkapi desain dan unsur pelengkap dalam gapura kota Pekalongan. Walaupun desain saya tidak lolos dalam seleksi 10 besar (kemungkinan besar saya terlambat dalam pengiriman: tanjungpinang à jawa = suwe ora jamu), tetapi saya urutkan desain tersebut dalam karya besar saya. Seperti kata Achmad Noerzaman-Presdir Arkonin, walaupun “belum” menang, kita harus tetap PD untuk mempresentasikan karya-karya kita. Hikhikhikhik... Wassalam.
rung menang rapopo pink
BalasHapussemangat awal layak dihargai,
ciri2 bocahe dewe yen gawe mesti mepet mepet,hakakakak
nuwun.
duenk